blangkonjogjakarta Bagi orang Jawa, makna blangkon bukan sekedar sebagai penutup kepala. Blangkon memiliki filosofi, sekaligus merupakan simbol status bagi pemakainya. Asal Kata dan Makna Blangkon Istilah blangkon berasal dari kata 'blangko', dipakai untuk merujuk pada sesuatu yang siap pakai.

Dening Agung Susilo smk sanjaya gunungkidul 3ak2 artikel jawa tentang kebudayaan - Blangkon iku sajinis panutup sirah kanggo wong priya sing kagawé saka bahan kain bathik utawa lurik. Blangkon sejatiné wujud modhèrn lan praktis saka iket. Ing busana tradhisional adat Jawa lan adat Sundha blangkon dianggo minangka pasangan karo busana beskap. miturut Wikipedia Ing jaman modern iki blangkon ono ing masyarakat Yogyakarta khususe gunungkidul uwes mulai ilang seka pikiran masyarakat. Blangkon seng uwes suwe dadi budaya warga jawa iki, mulai kegiles karo topi-topi seng dadi trend ing kalangan muda-mudi. Nek arep weroh jinis-jinis blangkon iso mbok woco ing ngisor iki Ana sawetara jinis blangkon miturut adat ing papan panggonan tinamtu. Jinis blangkon antara liya 1. Blangkon Sala, saka bahan bathik ora nganggo mondholan trèpès. 2. Blangkon Yogya, nganggo mondholan. 3. Blangkon Kedhu. 4. Blangkon Banyumas. 5. Blangkon Sundha, saka bahan bathik, ora nganggo mondholan. Mondholan, iku wangun sing njendhol ing samburiné blangkon, makili modhèl rambut priya sing kerep dibundhel ing mburi. Blangkon modhèl trèpès, iku wujud sing umum blangkon gagrag Surakarta. Gaya iki minangka modhifikasi saka gaya Yogyakarta, amarga akèh-akèhé priya saiki arambut cendhak. Modhèl trèpès iki digawé kanthi njait langsung mondholan ing bagéan mburi blangkon. Saliyané saka suku Jawa , ana uga sawetara suku sing migunakaké panutup sirah sajinis blangkon nanging béda wujudé, yaiku suku Sundha, suku Madura, suku Bali, lan sapanunggalané. Wikipedia Ing pikiranne para mudha jaman saiki, nganggo blangkon iku koyo ndadeke deweke tambah katrok, cupu, ketinggalan jaman lan sak liyan-liyane. Ningo nek awake dewe nganggo. Podo wae wes melu nglestarekake budaya jawa. Dadi ora eneng seng jenenge wong jowo ilang jawane. Kenapa ora? Neng Daerah Istimewa Yogyakarta netapke dino blangkon saben minggune. Umpamane dino setu dadi dino blangkon, dadi saben dina setu bocah-bocah seklah do nganggo blangkon seko SD, SMP, SMK, lan SMA. Dadine para pelajar ing kutho Yogyakarta duwe kekhasan karo kutho-kutho liyane. Aku nduwe pepinginan supoyo sesok blangkon iso dadi benda sing ora mung diweruhi wong Yogyakarta tok. Ningo bisa diweruhi ing mata internasional. Dadine ora mung dingo warga Indonesia ningo warga mancanegara Title artikel bahasa jawa tentang kebudayaan BLANGKON Description Mesake Blangkon Dening Agung Susilo smk sanjaya gunungkidul 3ak2 artikel jawa tentang kebudayaan - Blangkon iku sajinis panutup...

1 Blangkon Sala, saka bahan bathik ora nganggo mondholan (trèpès). 2. Blangkon Yogya, nganggo mondholan. 3. Blangkon Kedhu. 4. Blangkon Banyumas. 5. Blangkon Sundha, saka bahan bathik, ora nganggo mondholan. Mondholan, iku wangun sing njendhol ing samburiné blangkon, makili modhèl rambut priya sing kerep dibundhel ing mburi.
Blangkon iku sajinis panutup sirah kanggo wong priyo sing sejatiné wujud modhèrn lan praktis soko iket. Iket digawe soko kain batik sing rodho dowo banjur dililitake miturut cara-cara lilitan tinentu neng sirah. Lilitan kain iku kudhu isa nutup kabeh sirah ndhuwur kuping. Ya, blankon adalah salah satu bagian dari pakaian adat khas Jawa yang digunakan untuk penutup kepala bagi pria sebagai pelindung dari sengatan matahari atau udara dingin. Awalnya terbuat dari kain iket atau udeng berbentuk persegi empat bujur sangkar, berukuran kurang lebih 105 cm x 105 cm. Kain yang kemudian dilipat dua menjadi segitiga dan kemudian dililitkan di kepala dengan cara dan aturan tertentu. Mengenakan iket dengan segala aturannya ternyata tidak mudah dan memakan waktu, maka timbullah gagasan seiring dengan kemajuan pemikiran orang dan seni untuk membuat penutup kepala yang lebih praktis, yang kemudian kita kenal dengan nama blangkon. Tidak ada catatan sejarah yang pasti akan asal muasal orang Jawa memakai iket sebagai penutup kepala. Iket telah tersebut dalam legenda Aji Saka, pencipta tahun Saka atau tahun Jawa, sekitar 20 abad yang lalu dimana Aji Saka berhasil mengalahkan Dewata Cengkar hanya dengan menggelar kain penutup kepala yang kemudian dapat menutupi seluruh tanah Jawa. Selain itu, ada cerita-cerita bahwa iket adalah pengaruh budaya Hindu dan Islam. Para pedagang dari Gujarat yang keturunan Arab selalu mengenakan sorban, kain panjang yang dililitkan di kepala, yang kemudian menginspirasi orang Jawa memakai ikat kepala seperti mereka. Cerita lain mengatakan, di satu waktu akibat peperangan kain menjadi barang yang sulit didapat sehingga petinggi keraton meminta seniman untuk menciptakan ikat kepala yang lebih efisien yaitu blangkon. Seorang ahli kebudayaan bernama Becker yang meneliti tata cara pembuatan blangkon mengatakan, “That an object is useful, that it required virtuoso skill to make – neither of these precludes it from also thought beatiful. Some craft generate from within their own tradition a feeling for beauty and with it appropriete aesthetic standards and common of taste”. Pada jaman dahulu, blankon memang hanya dibuat oleh para seniman yang ahli dengan pakem aturan tentang iket. Semakin memenuhi pakem yang ditetapkan, maka blangkon tersebut akan semakin tinggi nilainya. Bagi orang Jawa, kepala, rambut dan wajah adalah mahkota, bagian yang terpenting dan terhormat dari tubuh manusia, yang harus selalu dilindungi dan diperhatikan. Kebanyakan orang Jawa dahulu memanjangkan rambutnya tapi tidak membiarkannya tergerai acak-acakan. Rambut biasanya digelung atau diikat dengan ikatan kain, yang saat ujung ikatan kain tersebut diikat dibelakang kepala bermakna filosofis berupa peringatan untuk mampu mengendalikan diri. Pria Jawa jaman dahulu hanya membiarkan rambutnya tergerai hanya saat berada di rumah atau dalam sebuah konflik, misal perang atau berkelahi. Membuka ujung ikatan kain di belakang kepala atau membuka tutup kepala yang berakibat tergerainya rambut adalah bentuk terakhir luapan emosi yang tak tertahan. Jadi iket atau blangkon adalah perwujudan pengendalian diri. Saat agama Islam masuk ke tanah Jawa, blankon dikaitkan dengan nilai transedental. Di bagian belakang blangkon pasti ada 2 ujung kain yang terikat, yang satu ujung kain merupakan simbol dari syahadat Tauhid dan satu ujung lain adalah syahadat Rasul dan terikat menjadi satu bermakna menjadi syahadatain. Setelah terikat, kemudian dipakai di kepala, di bagian yang bagi orang Jawa adalah bagian terhormat, artinya syahadat harus ditempatkan paling atas. Pemikiran apapun yang keluar dari kepala harus dilingkupi oleh sendi-sendi Islam. Pada perkembangannya kemudian, blangkon yang awalnya menjadi pelindung kepala yang mempunyai nilai filosofis tinggi kemudian menjadi sebuah simbol atau identitas kelompok serta status sosial dari masyarakat penggunanya. Hal ini ditandai dengan adanya wiron, jabehan, cepet, waton, kuncungan, corak dan ragam hiasnya. Tetapi apapun itu, sebagai orang Jawa tulen, bila anda tidak mampu mengendalikan emosi dan nafsu maka anda tidak berhak mengenakan iket blangkon di kepala !! Secara umum, ada dua jenis blangkon, yaitu yang mempunyai mondolan tonjolan dan yang trepes rata. Pada awal iket dipergunakan sebagai tutup kepala, banyak pria Jawa yang berambut panjang sehingga harus digelung terlebih dahulu sebelum ditutup dengan iket. Gelung rambut ini lah yang kemudian mondol, menonjol, dan disembunyikan dibawah iket. Rambut dalam nilai filosofi orang Jawa yang sudah disebutkan diatas adalah representasi perasaan. Rambut dibawah iket adalah perasaan yang disembunyikan, yang harus dijaga rapat-rapat, menjaga perasaan sendiri demi menjaga perasaan orang lain. Sebagai bagian dari taktik devide et impera, VOC menengahi dan memanfaatkan konflik internal kerajaan Mataram. Setelah ditandatanganinya perjanjian Gianti 1755 Kesultanan Mataram terbagi menjadi dua yaitu Yogyakarta dan Surakarta. Masyarakat di kedua daerah ini kemudian tumbuh dengan caranya sendiri-sendiri. Salah satunya adalah pria Jogya masih berambut panjang dan menggelung rambutnya, sementara pria Surakarta karena lebih dekat dengan orang-orang Belanda terlebih dahulu mengenal cara bercukur. Walaupun kemudian orang mulai banyak berambut pendek dan menggunakan blangkon tidak lagi iket, untuk sebuah pembedaan maka dibuatlah mondholan yang dijahit langsung pada blangkon dari Jogya. Itu mengapa blankon dengan mondolan dapat ditemukan di Jogya, sementara yang trepes ditemukan di Solo. Sebenarnya ada banyak varian dari blangkon, yaitu 1. Kejawen meliputi daerah Banyumas, Bagelen, Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Kediri, Malang, dapat dibedakan lagi sekurang-kurangnya dua gaya, yakni Solo dan Yogyakarta. a. Gaya Solo, dapat dibedakan lagi dengan gaya utama dan selatan. b. Gaya Yogya, dapat dibedakan jenis lagi menurut wironnya, yakni mataraman dan iket krepyak. 2. Pasundan. Tidak selalu diartikan secara geografis, misalnya Banten dan Cirebon masuk kelompok pesisiran. Blangkon atau bendo Pasundan banyak persamaannya dengan gaya Solo, namun dapat dibedakan melalui beberapa bentuk seperti barangbangsemplak, Sumedangan, Wirahnasari dan lain-lain. 3. Pesisiran. Adalah daerah-daerah yang berlokasi di pantai utara Pulau Jawa dimana corak budayanya berbeda penerapan motif batik dengan daerah pedalaman. 4. Lain-lain. Di samping yang tidak disebutkan diatas masih terdapat corak atau gaya lain di Pulau Jawa seperti layaran Jawa Timur, dari Bangkalan, tengkulak Banten, Cirebon, Demak dipakai oleh santri dan lain-lain. Jadi blangkon adalah sebuah representasi diri melalui tampilan depan yang rapi, sopan dan berseni ditandai dengan wiru halus dari sebuah pengendalian diri yang kuat ikatan dua ujung kain di bagian belakang, pengendalian diri yang juga berbasis atas hubungan manusia dengan Sang Pencipta.
padakumpulan crita cekak blangkon. serta relevansinya sebagai materi ajar pembelajaran berbicara bahasa jawa smp . skripsi . oleh: k4212074 . fakultas keguruan dan ilmu pendidikan . universitas sebelas maret . surakarta . juli 2016

BlangkonModang Jogja mempunyai mondolan, hal ini dikarenakan pada waktu itu, awalnya laki-laki Jogja memelihara rambut panjang kemudian diikat keatas (seperti Patih Gajah Mada) kemudian ikatan rambut disebut gelungan kemudian dibungkus dan diikat, lalu berkembang menjadi blangkon.. Kemudian menjadikan salah satu filosofi masyarakat jawa yang pandai menyimpan rahasia, tidak suka membuka aib

\n \n deskripsi blangkon dalam bahasa jawa
1 MAOS TEKS DESKRIPSI BUSANA JAWI. bathik utawa lurik. Blangkon sejatiné wujud modhèrn lan praktis saka iket. Ing busana. uwes mulai ilang seka pikiran masyarakat. Blangkon seng uwes suwe dadi budaya warga jawa. iki, mulai kegiles karo topi-topi seng dadi trend ing kalangan muda-mudi. mondholan (trèpès).
TeksDeskripsi Keris Dalam Bahasa Jawa - Berbagai Teks Penting. pengertian artikel praktis,artikel ringan, artikel halaman opini, artikel analisis ahli dalam - Brainly.co.id. Budaya Jawa Blangkon Artikel Pasal Kabupaten Gunung Kidul, lain-lain, bermacam-macam, budaya png | PNGEgg.
ID2UjuR.
  • h9zjn8ushs.pages.dev/458
  • h9zjn8ushs.pages.dev/140
  • h9zjn8ushs.pages.dev/404
  • h9zjn8ushs.pages.dev/94
  • h9zjn8ushs.pages.dev/419
  • h9zjn8ushs.pages.dev/272
  • h9zjn8ushs.pages.dev/349
  • h9zjn8ushs.pages.dev/552
  • deskripsi blangkon dalam bahasa jawa